Tentukan ekspektasi! Apakah kita akan mengirimkan artikel ke jurnal atau konferensi kelas satu (first tier) atau yang lain? Penentuan ekspektasi ini mempunyai konsekuensi, mulai dari peluang diterimanya artikel (termasuk tingkat kekritisan review) sampai waktu tunggu untuk review dan terbit. Konsekuensi pertama berlaku baik untuk jurnal maupun konferensi, sedang yang kedua khusus untuk jurnal.
Jurnal
Berapa lama waktu tunggu sebuah artikel terbit dalam sebuah jurnal, mulai dari pengiriman artikel, proses review, sampai dengan terbit? Jawabnya beragam, tetapi tidak sulit untuk mengatakan ‘cukup lama’ atau bahkan ‘sangat lama’. Sebagai contoh ekstrim, Mingers (2002) ‘menunggu’ empat tahun sebelum salah satu artikelnya terbit pada sebuah jurnal bergengsi! Mengapa bisa demikian?
Artikel yang dikirim biasanya akan diseleksi awal (screening) oleh review manager (editor atau associate editor) yang ditugaskan. Artikel yang tidak mempunyai harapan untuk diterbitkan, termasuk tidak relevan untuk jurnal yang dituju atau kualitas yang ‘tidak tertolong’ akan mendapatkan respon lumayan cepat: ditolak. Tetapi ini bukan jaminan, kalau kita, lama tidak mendapatkan respon, berarti artikel kita pasti diterima. Tidak, sama sekali tidak. Artikel yang mempunyai ‘masa depan’ akan dikirim ke reviewer untuk mendapatkan komentar. Beberapa artikel langsung dapat ditentukan statusnya (diterima atau ditolak) setelah review pertama, tetapi banyak yang lain, menunggu sama beberapa ronde review sebelum mendapatkan ‘kata akhir’.
Berikut saya kutipkan prosedur review standar jurnal Information Technology and People terbitan Emerald. Jurnal ini berdasar statistik, menerima sekitar 10% dari keseluruhan artikel yang masuk.
“Thus, in an ideal world, a strong paper that could be through the review process and appear in print within 8 months of submission: 7 days for review manager screening, 21 days for reviews, 7 days for review manager to accept the paper, six months for the paper to appear in print.”
Ini berlaku untuk artikel yang bagus dan waktu proses yang ideal. Artinya, untuk artikel yang tidak bagus, dan sangat mungkin waktu proses ideal tidak selalu terpenuhi, kita bisa menebak, berapa lama waktu yang dibutuhkan: lebih lama dari delapan bulan!
Namun kadang, kalau kita beruntung bisa lebih cepat dibandingkan itu. Kapan itu? Ketika artikel kita bagus, dikirim pada waktu yang tepat (misal pada edisi khusus, dan salah satu artikel yang ditunggu tidak kunjung masuk, dan pas artikel kita sesuai dengan tema), reviewer merespon dengan cepat, komentar yang diberikan positif dengan revisi minor, dan sejenisnya. Namun yang seperti ini tidak sering terjadi. :-)
Kembali ke topik memilih jurnal. Ada beragam cara menentukan kualitas jurnal. Pertama, lihat penerbitnya. Ini cara yang paling sederhana. Penerbit yang sudah mapan, biasanya cenderung lebih serius dalam mengelola jurnal, termasuk proses review. Untuk memberikan contoh penerbit, sebut misalnya, Elsevier, Taylor & Francis, Sage, Emerald, ACM, dan IEEE.
Kedua, kualitas jurnal bisa juga dilihat dari impact factornya. Impact factor ini dikembangkan oleh Thomson Reuters dengan mengukur rata-rata frekuensi keterkutipan artikel jurnal dalam dua tahun tahun terakhir. Jika impact factor sebuah jurnal adalah 1, maka ini berarti rata-rata setiap artikel yang diterbitkan oleh jurnal tersebut dikutip sekali dalam dua tahun terakhir. Asumsi yang digunakan adalah artikel yang dikutip adalah artikel yang berkualitas, dan sebaliknya artikel yang tidak berkualitas tidak atau jarang dikutip. Rumus umumnya: semakin besar skor impact factor, semakin berkualitas sebuah jurnal.
Ada bias dalam impact factor, misalnya karena self-citation, yaitu adanya semacam pratik untuk menganjurkan artikel yang dikirim sebuah jurnal, harus mengutip salah satu atau lebih artikel yang sudah terbit di jurnal tersebut. Tidak semua jurnal mempunyai impact factor.
Ketiga, masih berdasarkan data dari Thomson Reuters, kita bisa dengan mudah melihat jurnal yang berkualitas dengan memeriksa apakah jurnal tersebut masuk dalam Science Citation Index (SCI) dan turunanya (termasuk di antaranya Social Sciences Citation Index [SSCI] dan Arts & Humanities Citation Index [AHCI]). Data sampai November 2012 menunjukkan sebanyak 3.700 jurnal (dari 100 disiplin) masuk dalam SCI, 1.950 jurnal (dari 50 disiplin ilmu sosial) dan 3.500 jurnal ilmiah dan teknik lain masuk dalam SSCI, dan 1.160 jurnal dari bidang seni dan humaniora serta 6.000 jurnal ilmiah dan ilmu sosial lainnya masuk dalam AHCI.
Keempat, lihat peringkat jurnal, baik yang dibuat oleh lembaga pemerintah, lembaga ilmiah, atau komunitas ilmiah. Sebagai contoh, Australian Research Council, menerbitkan peringkat jurnal di bawah The Excellence in Research for Australia (ERA) initiative (http://www.arc.gov.au/era/era_2012/era_2012.htm), Pemerintah Norwegia mengembangkan Norsk samfunnsvitenskapelig datatjeneste (NSD) (http://dbh.nsd.uib.no/kanaler).
SCImago Lab (http://www.scimagojr.com) mengembangan peringkat jurnal berdasar data dari Scopus. University of Washington mengembangkan skor eigen factor dan article influence (http://www.eigenfactor.org) untuk melihat ranking jurnal.
Komunitas ilmiah, seperti bidang saya, sistem informasi, kadang melakukan survei untuk melihat persepsi akademisi akan kualitas jurnal dalam disiplin ini. Untuk mengetahuinya, sila lihat di http://ais.affiniscape.com/displaycommon.cfm?an=1&subarticlenbr=432.
Selain itu, kalau masih mau memusingkan diri, tentu masih ada cara lain yang dapat digunakan untuk memilih. J Salah satunya adalah dengan melihat apakah jurnal sudah diindeks di lembaga yang berreputasi, seperti Elsevier (Scopus).
Konferensi
Kualitas konferensi sangat beragam. Membandingkan kualitas konferensi lebih sulit dibandingkan membandingkan jurnal, karena tidak ada ukuran kuantitatif. Namun beberapa hal ini bisa dijadikana acuan.
Pertama, lihat lembaga penyelenggaranya. Konferensi yang diselenggarakan oleh komunitas ilmiah yang jelas dan sudah mapan (seperti AIS, ACM, dan IEEE) biasanya berkualitas bagus. Lembaga ini kadang juga mengendorse lembaga lain yang menyelenggarakan konferensi.
Kedua, apakah prosiding yang dihasilkan oleh konferensi diindeks afau tidak? Seringkali ini juga dijadikan acuan dalam memilih konferensi. Konferensi yang prosidingnya diindeks oleh AIS, ACM, IEEE, atau Scopus, misalnya akan lebih diminati. Tidak jarang hal ini dijadikan salah satu poin dalam promosi.
Ketiga, kenali persepsi komunitas akademik terhadap konferensi yang sudah berjalan beberapa kali. Sebagai contoh, di bidang sistem informasi, International Conference on Information Systems (ICIS), European Conference on Information Systems (ECIS), dan Hawaii International Conference on System Sciences (HICSS) dianggap sangat bagus. Kualitas review sangat ketat, dengan tingkat seleksi sampai sekitar 20%. Di bidang yang lebih spesifik, misalnya eGovernment, Electronic Government Conference (EGOV) juga dinilai sangat bagus. Bagus di sini diartikan kualitas artikel yang dipresentasikan (karena seleksi yang ketat), dan komunitas akademik yang menghadirinya. Ingat, salah satu misi utama mengikuti konferensi (berbeda dengan menerbitkan artikel di jurnal) adalah mengembangkan jaringan akademik.
Di atas itu semua, jangan sampai kita sibuk memilih jurnal atau konferensi, tetapi lupa merampungkan penelitian dan menulis artikel yang berkualitas. :-)
Referensi
Mingers, J. (2002). The long and winding road: Getting papers published in top journals. Communications of the Association for Information Systems, 8 (Article 22).
Kristiansand, 9 November 2012
*Entri ini ditulis berdasar masukan dari Pak Zainudin Zukhri, yang dirasa perlu untuk ‘pemula’ dalam publikasi internasional. Padahal penulis blog ini juga pemula
Sumber : http://publikasiinternasional.wordpress.com/2012/11/09/memilih-jurnal-dan-konferensi/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar