Tembuslah kabut yang membuatmu menggigil
di jalanan Antwepen dan masuklah ke stasiun kereta itu. Kita melaju
menembus lansekap Eropa yang seperti perawan menuju warna-warni Luxembourg
yang berhias pepohonan di musim gugur. Kita akan duduk sejenak
membiarkan ujung jari kaki menyentuh air di sungai kecil di tengah
belantara yang bersahabat lalu beranjak duduk di sebuah kursi untuk
menikmati perbekalan. Di sekeliling kita warna warni dunia yang
terpantul lewat daun-daun yang ikhlas bergururan. Terpejamlah dan
menyatu dengan keberadaan.
Esok hari kita jelajahi Brussels yang
mentereng, menapaki sebuah jalanan sempit yang selalu penuh sesak dengan
umat manusia. Mereka terpesona dengan patung bayi yang menyemburkan
urinnya di tepi sebuah perempatan. Dan heranlah, mengapa patug kecil nan
sederhana itu menggetarkan orang-orang meski dia tidak ada apa-apanya
dengan Garuda Wisnu Kencana
yang megah di Selatan Bali. Tapi kawan, di situlah kamu akan mengerti
bahwa ukuran itu bukan segalanya. Patung kecil itu telah menyerap
sejarah berabad lamanya dan kini memancarkannya dalam bentuk wibawa yang
memukau orang-orang seperti kita.
Kita akan masuki sebuah kasino megah Monte Carlo,
di Monaco bukan untuk berjudi tetapi untuk menikmati imajinasi yg
dituangkan dalam peradaban kota. Kita menyusuri jalan-jalan yang sekali
waktu digunakan untuk Formula Satu lalu menikmati kapal-kapal mewah yang
berbaris rapi di pelabuhan itu. Pemiliknya adalah kaum borjuis yang
kekurangan tempat menyimpan uangnya maka mereka simpan di kapal-kapal
itu, yang harganya lebih mahal dari rumah yang mereka tinggali. Jika
lapar dan rindu santapan tanah air, berjalanlah selama tujuh menit maka
kita akan tiba di sebuah rumah makan Asia di Perancis. Garis batas
antarnegara tidak terasa, tidak ada ada yang pusing memeriksa visa dan
passport kita. Atau naiklah kereta dan bercengkramalah dengan seorang
gadis yang tinggal di Prancis dan bekerja di Monaco lalu 17 menit
kemudian kita sudah minum kopi di sebuah kafe di Italia. Lihatlah pemuda
tampan itu, terampil membuat kopi dan gadis cantik itu akan
menghidangkannya untuk kita. Adakah yang lebih berkesan dari secangkir
kopi Italia yang dinikmati di sebuah kafe di Ventimiglia?
Jika resah, mari kita duduk di atas atap Oslo Opera
House dan memandang laut utara dari Norwegia. Di musim panas, malam
hanya mampir selama dua jam maka kita akan nikmati matahari di tengah
malam hingga hanya lelah yang mengingatkan kita untuk tidur. Lalu
pulanglah menuju sebuah penginapan yang berdiri tenang di sebuah desa
Eropa yang khas. Rasakanlah dingin sambil menyimak dedaunan dan jalanan
yang sekilas nampak tidak berbeda dengan Desa Tegaljadi. Tapi akan
segera kamu rasakan bedanya jika berbicara dengan pengemudi Tram itu
karena lelaki sederhana itu akan berbicara tentang pemanasan global,
energi alternatif dan menyelamatkan Peradaban Bumi.
Dari Oslo kita akan mampir di Utrecht,
Negeri Belanda. Kita nikmati aroma tulip yang berlatar gerit kincir yang
memandu angin. Lalu menyusuri kanal-kanal yang telah menyelamatkan
peradaban mereka. Di peradaban itu, ikan berenang di udara dan burung
terbang di bawah permukaan air. Itulah Negeri Belanda, Kawan. Cobalah
naik sepeda dan susuri jalanan yang dipagari gedung-gedung Eropa yang
tak kan membuatmu berhenti terpesona. Dari sana, mampirlah ke
Heidelberg. Di sana ada sejuta tanda yang akan mengingatkanmu tentang
Eropa yang kamu imajinasikan. Lengkungan jembatan yang menghubungkan
pemukiman mengangkangi Sungai Neckar yang tenang membelah kota dan
gedung-gedung tinggi dengan kolom-kolom raksasa yang membuatmu rendah
hati. Di satu pagi, kita akan nikmati reruntuhkan Schloos sambil menyimak pelajaran di jalan-jalan setapak filsuf di atas bukit.
Cukupkah kita berkontemplasi? Mari
nikmati hingar bingar Times Square di New York setelah sepagi tadi kita
saksikan para delegasi membicarakan nasib peradaban umat manusia. Aku
kan mengajakmu serta menikmati Brooklyn Bridge yang kawat-kawatnya
menghiasi langit New York yang biru lalu bertualang ke Pulau Elis. Kita
akan menuju Gadis Liberty yang menjanjikan harapan pada mereka yang
menginginkan kehidupan baru: Mimpi Amerika. Rasakanlah dirimu seperti
Sara Thomas di Serendipity, ketika kita duduk di sebuah bangku di
Central Park menyaksikan pasangan-pasangan itu meluncur di atas lapangan
es dan saling mendekap mengusir dingin. Dari mulut mereka mengepul
asap. Esok harinya kita akan berdiri di sebuah jembatan antara Amerika
dan Kanada dan kita pandangi Niagara Falls yang tak pernah lelah
bergerak dan terjun. Sinar yang dipantulkannya membiaskan warna dan
cerita bahwa telah banyak yang disaksikannya.
Sejurus kemudian kita akan membiarkan
diri tersesat di belantara kota Tokyo, menyaksikan kepulan asap dupa
yang bersanding dengan kilatan teknologi. Kita akan nikmati bercengkrama
dengan seorang gadis yang antusias menyambut dalam keterbatasannya
berbahasa Inggris. Kita akan tersenyum saja membayangkan diri seperti
Bill Murray dan Scarlett Johansson yang membiarkan geliat tokyo
membuatnya tersesat dan bebas tanpa syarat.
Bosankah kita dengan segala keteraturan,
mari bertualang dan membebaskan imajinasi kita di Ho Chi Minh City di
Vietnam. Rasakanlah ketegangan orang-orang berkendara dan kamu akan
merasa ada di kampung halaman. Sorenya kita akan menikmati semangkok
soto yang beraroma jeruk nipis yang kita pesan dengan bahasa isyarat.
Tersenyumlah kamu ketika kita diajak berkelana di tegalan-tegalan dan
menyaksikan orang-orang dari belahan bumi utara termangu-mangu melihat
pohon pisang dan sebatang pohon rambutan. Milik kita sehari-hari itu
rupanya istimewa, Kawan. Jangan sekali-kali kita remehkan.
Jika ingin menikmati senja, maka ikutlah
aku ke Darling Harbour di Sydney. Dari situ kita akan naik ferry menuju
Circular Quay lalu menikmati wibawa Sydney Opera House yang ditingkahi
riak kecil ombak yang nakal. Di belakangnya melengkung sebuah jembatan
yang menghubungkan Sydney Selatan dan Utara. Diam dan nikmatilah sambil
melihat gerak gerik nakal burung camar yang hendak mencuri fish and chips
yang kita nikmati. Esoknya kita duduk di North Beach di Wollongong
sambil menikmati orang-orang yang berjemur di pasir yang putih. Di
Negeri Kangguru ini kita akan belajar dan memperbaiki kekeliruan kita
tentang luar negeri. Bahwa bangsa kulit kuning itu ternyata berhak
menyebut dirinya “Australian” dan ada orang berwajah Jawa hanya
bisa berbahasa Inggris. Ternyata kita telah banyak ditipu oleh akal
kita sendiri yang menduga orang luar negeri itu hanya seperti Tom Cruise
dan Angelina Jolie.
Di satu pagi kita akan bangun di sebuah
hotel sederhana di Singapura lalu beringsut ke Bandara Changi dan
sarapan sebelum beranjak terbang. Siang hari kita akan nikmati makanan
melayu di Kuala Lumpur sambil menyimak perpaduan geliat Amerika Utara
dan kehangatan Asia. Lalu kita akan mengabadikan sebuah pelukan di
antara menara kembar yang tersohor itu. Sesaat kemudian kita terbang ke
Bali. Kita akan berpisah dan aku akan pulang ke rumahku. Aku akan
menikmati makan malam racikan ibu yang berhias sambal bongkot
dan belut goreng. Telah aku jelajahi dunia tapi aku selalu rindu pulang.
Karena tidak ada satu tempatpun yang menggantikan kehangatan pelukan
ibu dan celotehnya menyiapkan sarapan sederhana di pagi hari. Aku anak
dusun. Anak dusun yang gemar mencatat perjalanan dan belajar dari
berbagai peradaban. Maka terimalah catatan ini. Catatan seorang anak
dusun yang mewujudkan mimpi-mimpi berkeliling dunia.
PS. Buku ini bisa dibeli online dari Gramedia.
Sumber :http://madeandi.com/2013/04/22/bagaimana-mendapatkan-dana-untuk-konferensi/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar