Sabtu, 08 November 2014

Bagaimana mendapatkan dana untuk konferensi?

Tembuslah kabut yang membuatmu menggigil di jalanan Antwepen dan masuklah ke stasiun kereta itu. Kita melaju menembus lansekap Eropa yang seperti perawan menuju warna-warni Luxembourg yang berhias pepohonan di musim gugur. Kita akan duduk sejenak membiarkan ujung jari kaki menyentuh air di sungai kecil di tengah belantara yang bersahabat lalu beranjak duduk di sebuah kursi untuk menikmati perbekalan. Di sekeliling kita warna warni dunia yang terpantul lewat daun-daun yang ikhlas bergururan. Terpejamlah dan menyatu dengan keberadaan.
Esok hari kita jelajahi Brussels yang mentereng, menapaki sebuah jalanan sempit yang selalu penuh sesak dengan umat manusia. Mereka terpesona dengan patung bayi yang menyemburkan urinnya di tepi sebuah perempatan. Dan heranlah, mengapa patug kecil nan sederhana itu menggetarkan orang-orang meski dia tidak ada apa-apanya dengan Garuda Wisnu Kencana yang megah di Selatan Bali. Tapi kawan, di situlah kamu akan mengerti bahwa ukuran itu bukan segalanya. Patung kecil itu telah menyerap sejarah berabad lamanya dan kini memancarkannya dalam bentuk wibawa yang memukau orang-orang seperti kita.
Kita akan masuki sebuah kasino megah Monte Carlo, di Monaco bukan untuk berjudi tetapi untuk menikmati imajinasi yg dituangkan dalam peradaban kota. Kita menyusuri jalan-jalan yang sekali waktu digunakan untuk Formula Satu lalu menikmati kapal-kapal mewah yang berbaris rapi di pelabuhan itu. Pemiliknya adalah kaum borjuis yang kekurangan tempat menyimpan uangnya maka mereka simpan di kapal-kapal itu, yang harganya lebih mahal dari rumah yang mereka tinggali. Jika lapar dan rindu santapan tanah air, berjalanlah selama tujuh menit maka kita akan tiba di sebuah rumah makan Asia di Perancis. Garis batas antarnegara tidak terasa, tidak ada ada yang pusing memeriksa visa dan passport kita. Atau naiklah kereta dan bercengkramalah dengan seorang gadis yang tinggal di Prancis dan bekerja di Monaco lalu 17 menit kemudian kita sudah minum kopi di sebuah kafe di Italia. Lihatlah pemuda tampan itu, terampil membuat kopi dan gadis cantik itu akan menghidangkannya untuk kita. Adakah yang lebih berkesan dari secangkir kopi Italia yang dinikmati di sebuah kafe di Ventimiglia?
Jika resah, mari kita duduk di atas atap Oslo Opera House dan memandang laut utara dari Norwegia. Di musim panas, malam hanya mampir selama dua jam maka kita akan nikmati matahari di tengah malam hingga hanya lelah yang mengingatkan kita untuk tidur. Lalu pulanglah menuju sebuah penginapan yang berdiri tenang di sebuah desa Eropa yang khas. Rasakanlah dingin sambil menyimak dedaunan dan jalanan yang sekilas nampak tidak berbeda dengan Desa Tegaljadi. Tapi akan segera kamu rasakan bedanya jika berbicara dengan pengemudi Tram itu karena lelaki sederhana itu akan berbicara tentang pemanasan global, energi alternatif dan menyelamatkan Peradaban Bumi.
Dari Oslo kita akan mampir di Utrecht, Negeri Belanda. Kita nikmati aroma tulip yang berlatar gerit kincir yang memandu angin. Lalu menyusuri kanal-kanal yang telah menyelamatkan peradaban mereka. Di peradaban itu, ikan berenang di udara dan burung terbang di bawah permukaan air. Itulah Negeri Belanda, Kawan. Cobalah naik sepeda dan susuri jalanan yang dipagari gedung-gedung Eropa yang tak kan membuatmu berhenti terpesona. Dari sana, mampirlah ke Heidelberg. Di sana ada sejuta tanda yang akan mengingatkanmu tentang Eropa yang kamu imajinasikan. Lengkungan jembatan yang menghubungkan pemukiman mengangkangi Sungai Neckar yang tenang membelah kota dan gedung-gedung tinggi dengan kolom-kolom raksasa yang membuatmu rendah hati. Di satu pagi, kita akan nikmati reruntuhkan Schloos sambil menyimak pelajaran di jalan-jalan setapak filsuf di atas bukit.
Cukupkah kita berkontemplasi? Mari nikmati hingar bingar Times Square di New York setelah sepagi tadi kita saksikan para delegasi membicarakan nasib peradaban umat manusia. Aku kan mengajakmu serta menikmati Brooklyn Bridge yang kawat-kawatnya menghiasi langit New York yang biru lalu bertualang ke Pulau Elis. Kita akan menuju Gadis Liberty yang menjanjikan harapan pada mereka yang menginginkan kehidupan baru: Mimpi Amerika. Rasakanlah dirimu seperti Sara Thomas di Serendipity, ketika kita duduk di sebuah bangku di Central Park menyaksikan pasangan-pasangan itu meluncur di atas lapangan es dan saling mendekap mengusir dingin. Dari mulut mereka mengepul asap. Esok harinya kita akan berdiri di sebuah jembatan antara Amerika dan Kanada dan kita pandangi Niagara Falls yang tak pernah lelah bergerak dan terjun. Sinar yang dipantulkannya membiaskan warna dan cerita bahwa telah banyak yang disaksikannya.
Sejurus kemudian kita akan membiarkan diri tersesat di belantara kota Tokyo, menyaksikan kepulan asap dupa yang bersanding dengan kilatan teknologi. Kita akan nikmati bercengkrama dengan seorang gadis yang antusias menyambut dalam keterbatasannya berbahasa Inggris. Kita akan tersenyum saja membayangkan diri seperti Bill Murray dan Scarlett Johansson yang membiarkan geliat tokyo membuatnya tersesat dan bebas tanpa syarat.
Bosankah kita dengan segala keteraturan, mari bertualang dan membebaskan imajinasi kita di Ho Chi Minh City di Vietnam. Rasakanlah ketegangan orang-orang berkendara dan kamu akan merasa ada di kampung halaman. Sorenya kita akan menikmati semangkok soto yang beraroma jeruk nipis yang kita pesan dengan bahasa isyarat. Tersenyumlah kamu ketika kita diajak berkelana di tegalan-tegalan dan menyaksikan orang-orang dari belahan bumi utara termangu-mangu melihat pohon pisang dan sebatang pohon rambutan. Milik kita sehari-hari itu rupanya istimewa, Kawan. Jangan sekali-kali kita remehkan.
Jika ingin menikmati senja, maka ikutlah aku ke Darling Harbour di Sydney. Dari situ kita akan naik ferry menuju Circular Quay lalu menikmati wibawa Sydney Opera House yang ditingkahi riak kecil ombak yang nakal. Di belakangnya melengkung sebuah jembatan yang menghubungkan Sydney Selatan dan Utara. Diam dan nikmatilah sambil melihat gerak gerik nakal burung camar yang hendak mencuri fish and chips yang kita nikmati. Esoknya kita duduk di North Beach di Wollongong sambil menikmati orang-orang yang berjemur di pasir yang putih. Di Negeri Kangguru ini kita akan belajar dan memperbaiki kekeliruan kita tentang luar negeri. Bahwa bangsa kulit kuning itu ternyata berhak menyebut dirinya “Australian” dan ada orang berwajah Jawa hanya bisa berbahasa Inggris. Ternyata kita telah banyak ditipu oleh akal kita sendiri yang menduga orang luar negeri itu hanya seperti Tom Cruise dan Angelina Jolie.
Di satu pagi kita akan bangun di sebuah hotel sederhana di Singapura lalu beringsut ke Bandara Changi dan sarapan sebelum beranjak terbang. Siang hari kita akan nikmati makanan melayu di Kuala Lumpur sambil menyimak perpaduan geliat Amerika Utara dan kehangatan Asia. Lalu kita akan mengabadikan sebuah pelukan di antara menara kembar yang tersohor itu. Sesaat kemudian kita terbang ke Bali. Kita akan berpisah dan aku akan pulang ke rumahku. Aku akan menikmati makan malam racikan ibu yang berhias sambal bongkot dan belut goreng. Telah aku jelajahi dunia tapi aku selalu rindu pulang. Karena tidak ada satu tempatpun yang menggantikan kehangatan pelukan ibu dan celotehnya menyiapkan sarapan sederhana di pagi hari. Aku anak dusun. Anak dusun yang gemar mencatat perjalanan dan belajar dari berbagai peradaban. Maka terimalah catatan ini. Catatan seorang anak dusun yang mewujudkan mimpi-mimpi berkeliling dunia.
PS. Buku ini bisa dibeli online dari Gramedia.

Sumber :http://madeandi.com/2013/04/22/bagaimana-mendapatkan-dana-untuk-konferensi/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar